Berita Indonesia : Syiah Ibarat Preman Pengecut


Entahlah, apa yang ada dalam pikiran kelompok ini. Merasa terzalimi padahal mereka yang mulai memukul. Ibarat kelompok preman pengecut yang membuat resah warga, ketika warga menggalang kekuatan melawan mereka, eh tiba-tiba duluan lapor polisi. Logikanya dimana?!

Wahai Syi'ah, tahukan kalian mengapa ahlu sunnah dapat hidup berdampingan dengan pemeluk Kristen dan tidak dapat hidup bersama Syi'ah? Sebab masing-masing dapat menjaga toleransi dan saling menghormati keyakinan.

Nah, kelompok Syi'ah ini, kalau mau hidup ditengah mayoritas Ahlu Sunnah, hormati agama dan keyakinan orang lain.

- Hentikan mencela sahabat-sahabat Nabi yang merupakan penyampai ajaran Ahlu Sunnah.
- Hentikan mencela dan mengkafirkan istri-istri Nabi shallallahu alaihi wasallam yang merupakan Ibu bagi kalangan Ahlu Sunnah.
- Hentikan mengatakan bahwa Qur'annya Ahlu Sunnah masih kurang.
- Hentikan kedustaan untuk tujuan provokasi dendam atas nama darah Husain ra terhadap Ahlu Sunnah!!

Kalau kalian bersedia melakukan itu, silahkan kita hidup saling berdampingan, saling toleransi dan saling menghormati seperti kaum nashrani.

Tapi kenyataannya kalian tidak mau. Sebab begitulah ajaran akidah kelompok Syi'ah. Jadi jangan salahkan jika Ahlu Sunnah membentuk aliansi menolak kalian. Sebab Ahlu Sunnah mendambakan Indonesia yang aman dan damai, tanpa celaan dan hinaan terhadap keyakinan orang lain.

[Ustadz Rappung Samuddin]




sumber sumber

Berita Indonesia : Belajar Dari Kasus Sampang, Walikota Bogor Sudah Lakukan Tindakan Tepat


Pasca dikeluarkannya Surat Edaran Walikota Bogor Nomor 300/1321-Kesbangpol tertanggal 22 Oktober 2015 tentang Himbauan Pelarangan Perayaan Asyura (Hari Raya Kaum Syiah) di Bogor berbuntut panjang. Mulai dari Isu akan didatangi oleh Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) hingga dikeluarkannya Surat Teguran bernomor 007/TIM-KKB/X/2015 tetrtanggal 27 Oktober 2015 dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) kepada Walikota Bogor, Bima Arya.

Direktur Eksekutif SNH Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid menilai Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Walikota Bogor sudah tepat dan benar sesuai dengan hukum yang ada di Indonesia. “Edaran yang dikeluarkan oleh Pak Bima Arya sudah tepat dan benar sesuai dengan hukum kita,” ujar aktivis yang juga pengacara publik ini, Kamis (29/10/15), dalam siaran persnya.

Ia mengingatkan kepada para pejabat agar tidak lupa ingatan dan keluar dari konteks hukum dimana terkait ajaran Syiah, Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa ajaran Syiah menyimpang dari agama Islam sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung No.1787 K/Pid/2012 dengan terpidana Tajul Muluk yang merupakan salah seorang petinggi Syiah.

“Kasus Tajul Muluk jelas terbukti ajaran Syiah menyimpang dari Islam dan merupakan penodaan terhadap Agama Islam sebagaimana disebutkan dalam Pasal 156 huruf a KUHP. Kasusnya tersebut sudah inkracht van gewijsde, artinya sudah berkekuatan hukum tetap,” jelas Sylvi.

Sylvi mensinyalir adanya desakan dari kelompok internasional yang mendorong oknum Wantipres dan Komnas HAM serta organisasi-organisasi yang mengecam terbitnya Surat Edaran Walikota Bogor.

“Mengapa sigap sekali respon atas Surat Edaran Walikota Bogor tentang pelarangan asyura oleh kalangan istana dan Komnas HAM, jelas masyarakat sudah tahu itu, Syiah inikan skupnya bukan lokal, akan tetapi internasional. Syiah ini gerakan internasional,” sambung Sylvi.

Sylvi mengingatkan bahwa Indonesia adalah Negara hukum, maka segala tindakan harus sesuai dengan hukum. “Kita harus hormati Putusan Mahkamah Agung sebagai panglima tertinggi. Ketika Mahkamah Agung telah menetapkan dalam putusannya Syiah ini merupakan penyimpangan dan penodaan terhadap agama Islam sebagai agama yang diakui di Indonesia, maka pemerintah harus patuh atas putusan itu,” tutup Sylvi.




sumber sumber

Berita Indonesia : [Bencana Asap] Prabowo: Kalau dari awal bertindak cepat, tak akan sampai seperti sekarang ini


Tokoh KMP Prabowo Subianto mengatakan, pemerintah seharusnya sejak awal telah menetapkan musibah kebakaran hutan dan lahan sebagai bencana nasional. Hal itu perlu dilakukan untuk meminimalisasi dampak dari kebakaran.

"Dengan ditetapkan sebagai bencana nasional, maka ada alokasi dana lebih dan pengerahan sumber daya," kata Prabowo di Bakrie Tower, Rabu (28/10/2015) malam, seperti dilansir Kompas.

Ia mengatakan, proses mitigasi bencana dapat terencana lebih baik apabila pemerintah mengerahkan daya dan upaya untuk mencegah meluasnya area yang terbakar sejak dini.

"Kalau dari awal kita bertindak cepat, enggak akan sampai seperti sekarang ini," ujar Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini.

Di samping itu, ia menegaskan, penetapan status bencana nasional tak akan membuat penanganan hukum terhadap pelaku pembakaran akan hilang. Aparat berwajib dapat tetap menjatuhkan sanksi kepada mereka yang melakukan pembakaran secara ilegal.

"Enggak ada (hukuman hilang). Hukum harus jalan terus," tegasnya.

Sebelumnya, berbagai kalangan sudah mendesak pemerintah Presiden Jokowi agar menetapkan tragedi asap sebagai bencana nasional.

Pakar lingkungan hidup Universitas Sumatera Utara (USU), Mahfudin Baiquni menyoroti pemerintah yang hingga sekarang belum menetapkan peristiwa kabut asap sebagai bencana nasional. Padahal korban sudah berjatuhan.

“Jika ditetapkan sebagai bencana nasional, tentu konsentrasi perhatian, dana, tenaga dan instrumen lainnya dikerahkan penuh sesuai dengan SOP Bencana Nasional. Dengan demikian, kabut asap yang sangat merugikan bangsa lebih cepat teratasi,” ucap Mahfudin Kamis (22/10/2015) pekan lalu seperti dilansir okezone.

“Anda bayangkan demikian luas akibat kabut asap itu sehingga jutaan manusia terancam kesehatannya, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga ke sejumlah negara tetangga. Bukankah ini sudah merupakan masalah nasional yang memaksa negara harus mengerahkan seluruh sumber daya untuk memadamkan,” tanya ahli lingkungan ini.

Pihak DPR juga sudah mendesak pemerintah menetapkan sebagai bencana nasional.

"Tidak usah malu-malu mengakui memang ini bencana nasional yang merugikan masyarakat Indonesia," kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9/2015), dikutip Kompas.

Menurut Agus, penetapan status bencana nasional bisa mempercepat penanganan kebakaran hutan dan kabut asap. Anggaran dan usaha yang diterjunkan pun bisa maksimal.

"Kalau dijadikan bencana nasional, anggaran yang disiapkan nasional, badannya juga nasional, bukan main-main. Saya lihat tidak seriusnya pemerintah dalam menangani kebakaran hutan," ucap Politisi Partai Demokrat ini.




sumber sumber

Berita Indonesia : Erdogan Silaturahim ke Cucu Khalifah Terakhir Utsmani Abdul Hamid II


Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan keluarga silaturahim ke cucu khalifah utsmani Abdul Hamid II di ibukota Ankara, Rabu (28/11/2015).

Sultan Abdul-Hamid II (21 September 1842–10 Februari 1918) ialah sultan (khalifah) ke-34 yang memerintah Daulah Khilafah Islamiyah Turki Utsmani dan merupakan khalifah terakhir.

Sultan Abdul-Hamid menggantikan saudaranya Sultan Murad V pada 31 Agustus 1876. Pada 1909 Sultan Abdul-Hamid II dicopot kekuasaannya melalui kudeta militer gerakan Turki Muda Kemal Attaturk. Ia diasingkan ke Tesalonika, Yunani. Selama Perang Dunia I, ia dipindahkan ke Istana Belarbe. Pada 10 Februari 1918, Sultan Abdul-Hamid II meninggal tanpa bisa menyaksikan runtuhnya institusi Negara Khilafah (1924), suatu peristiwa yang dihindari terjadi pada masa pemerintahannya.

Selama periode pemerintahannya, Sultan Abdul-Hamid II menghadapi tantangan terberat yang pernah dijumpai kaum muslimin dan Kekaisaran Ottoman (Usmaniyah) saat itu:

- Konspirasi dari negara-negara asing (seperti Perancis, Italia, Prusia, Rusia, dll) yang menghendaki hancurnya eksistensi Khilafah Usmaniyah.

- Separatisme yang dihembuskan negara-negara Barat melalui ide nasionalisme, yang mengakibatkan negeri-negeri Balkan (seperti Bosnia Herzegovina, Kroasia, Kosovo, Bulgaria, Hongaria, Rumania, Albania, Yunani) melepaskan diri dari pangkuan Kekaisaran Ottoman. Begitu pula dengan lepasnya Mesir, Jazirah Arab (Hejaz dan Nejd) dan Libanon baik karena campur tangan negara asing ataupun gerakan dari dalam negeri. Akibatnya, di kawasan Balkan saat itu dikenal sebagai kawasan "Gentong Mesiu" karena konflik yang ada di kawasan itu dapat sewaktu waktu meledak terutama terlibatnya negara negara adikuasa masa itu (Kerajaan Ottoman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Inggris, Perancis, Kekaisaran Jerman dan Rusia. Konflik ini meledak saat Perang Dunia I, Perang Dunia II dan Krisis di kawasan yang sekarang dikenal sebagai bekas Yugoslavia pada dekade 1990-an.

- Perlawanan dari organisasi yang didukung negara-negara asing seperti organisasi Turki Fatat (Turki Muda), Ittihat ve Terakki (Persatuan dan Kemajuan).

- Kekuatan Yahudi dan Freemasonry, yang menginginkan berdirinya komunitas Yahudi di Palestina.

(wikipedia)

Foto-foto kunjungan Erdogan dan keluarganya ke Cucu Khalifah Utsmani Abdul Hamid II:
(Sumber: Shehab News Agency)






sumber sumber